Ads 468x60px

.

Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 11 September 2012

PAROKI BENGKAYANG MENERIMA PESERTA LIVE IN IYD 2012


SALAM DAMAI,
Dalam rangka Indonesian Youth Day I, Paroki St.Pius X Bengkayang akan menerima peserta IYD dalam Live -In di paroki. Rencananya para peserta akan ditempatkan dirumah-rumah umat Katolik di 12 kring yang ada di pusat paroki. Kaum Muda asal Keuskupan Weetabula yang berjumlah 100 orang akan merasakan situasi hidup menggereja serta cultur keseharian umat katolik di Keuskupan Agung Pontianak. Agenda lainnya adalah Ekaristi Kaum Muda (EKM), Pentas Seni serta acara keakraban. Para peserta akan di ajak mengalami nuansa bumi Sebalo dengan beragam situasi di sana. Semoga kegiatan ini menambah semangat Orang muda baik dari keuskupan Weetabula maupun OMK dan Umat dari Paroki St.Pius X Bengkayang.





Informasi resmi dapat dilihat di: www.orangmudakatolik.net/iyd2012/

Selasa, 31 Juli 2012

PERKAWINAN CAMPUR GEREJA KATOLIK


PERKAWINAN CAMPUR

Seorang bapak, aktvis paroki dan Gereja pernah datang kepada saya menceritakan kebingungan yang dialami bersama istrinya tentang anak putrinya yang akan menikah namun tidak dengan pemuda yang seiman. Sejak dari awal mereka sebagai orang tua tidak menyetujui adanya hubungan itu. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan anaknya itu akan ‘memalukan’ mereka sebagai aktivis Gereja. “Masak aktivis Gereja kok anaknya menikah dengan yang beragama lain”. Demikian pergulatan mereka. Tetapi semakin dilarang, semakin nekat pula putrinya tersebut. Maka dalam kebingungan bapa ini datang dan menceritakan persoalan ini. Lantas bagaimna permasalahan ini dilihat dalam terang hukum Gereja dan iman kita?

I. “KAWIN CAMPUR”: APA ITU?

Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan yang ideal adalah antara orang yang seiman yakni antara orang Katolik dengan orang Katolik. Meski demikian, Gereja tidak menutup mata terhadap kenyataan adanya perkawinan yang tidak seiman. Oleh karena itu saya akan menyampaikan hal-hal mengenai perkawinan campur dan bagaimana pandangan Gereja Katolik mengenai hal ini serta usaha pastoralnya.
Dalam Gereja Katolik, kita mengenal 2 macam perkawinan: yakni Perkawinan Katolik (maksudnya perkawinan antara orang Katolik dengan orang Katolik) dan Perkawinan Campur (antara orang Katolik dengan yang bukan Katolik). Fokus tulisan ini, pada Perkawinan Campur. Yang dimaksud dengan perkawainan campur adalah: Perkawinan yang dilangsungkan antara 2 orang yang berbeda. Ada 2 macam perkawinan campur yang dipahami Gereja Katolik yakni: Perkawinan campur Beda Agama dan perkawinan campur Beda Gereja.
1. Yang dimaksudkan dengan kawin campur Beda Agama adalah: Perkawinan antara seorang Katolik dan seorang bukan Katolik atau bukan Kristen (proterstan) jadi bisa dengan seorang: Islam, Hindu, Budha dll.
2. Yang dimaksudkan dengan Perkawinan campur Beda Gereja adalah: perkawinan antara seorang Katolik dan seorang yang dibaptis dalam Gereja Kristen bukan Katolik. (tentu saja yang baptisannya diakui sah oleh Gereja Katolik. K. 849)
II. BAGAIMANA SIKAP GEREJA KATOLIK?

1. Secara umum Gereja Katolik, kurang mendukung perkawinan campur ini. Sikap kurang mendukung ini bukan karena Gereja Katolik kurang menghormati agama lain. Gereja kurang mendukung karena melihat pasti ada masalah yang akan muncul berkaitan dengan perkawinan yang demikian.
2. Masalah-masalah itu antara lain:
a. Sebelum menikah: pasti ada penolakan dan ketidaksetujuan dari keluarga besar entah dari keluarga yang Katolik maupun yang tidak Katolik sebagaimana kisah diawal tulisan ini, yang mau tidak mau, akan menimbulkan tekanan psikis pada calon meskipun betapa kecilnya.
b. Menjelang menikah: akan muncul masalah mengenai cara menikah: Gereja Katolik dalam Kitab hukum kanonik, menuntut orang Katolik harus menikah secara Katolik, dihadapan Pastor dan 2 saksi. Begitupun dari agama lain tentu juga akan menutut hal yang sama, dan ini akan menimbulkan masalah tersendiri.
c. Setelah menikah : setelah hadirnya anak dalam keluarga, akan timbul masalah mengenai pembabtisan anak-anak. Belum lagi ketika hidup besama dalam keluarga soal memasang patung bunda maria dan salib dalam rumah, soal sekolah anak : disekolah katokik atau lainnya, aktif dalam kegiatan wilayah, gereja dan berbagai masalah lainnya yang menguras tenaga diantara mereka yang tidak sedikit
III. UPAYA PASTORAL :

1. Kendati Gereja mengidealkan dan menghimbau perkawinan yang seiman dalam artian yang Katolik dan Katolik dan membentuk perkawinan yang sakramental, tapi Gereja Katolik tidak menutup mata akan kenyatan bahwa memang sulit mencari jodoh yang seiman. Apalagi di Indonesia, orang Katolik itu minoritas, sehingga ketika di sekolah atau di lingkungan kerja pasti orang Katolik akan bertemu dan berelasi dengan yang tidak seiman. Tambah lagi kurangnya kegiatan orang muda Katolik dalam Gereja atau paroki. Karena sering bertemu dengan yang tidak seiman maka lambat laun cinta tumbuh karena kedekatan dan kebersamaan. Lebih celaka lagi bila ada yang berprinsip dari pada jadi perawan tua atau perjaka tua ya siapapun yang datang langsung disambar.
2. Dalam situasi ini bagaimana orang tua Katolik mesti bersikap?
a. Sebagai orang tua sebaiknya pertama-tama, berusaha mencegah perkawinan campur ini baik beda gereja maupun beda agama.
b. Kalau memang mereka tidak bisa dipisahkan lagi Entah karena ancaman anak atau MBA (Married By Accident= sudah hamil), sebaiknya orang tua berusaha agar anaknya menikah secara Katolik, artinya pernikahan itu berlangsung di Gereja Katolik dan di hadapan seorang pastor.
c. Jika ini sulit untuk yang beda Gereja bisa dilakukan secara ekumenis artinya bersama-sama antara pastor dan pendeta asal janji nikah ditanyakan pastor.
d. Bila pernikahan itu sudah terlanjur dilaksanakan tidak secara Katolik, maka sebaiknya orang tua atau siapapun yang kenal berusaha agar pasangan tersebut bersedia memperbaharui janji nikah mereka di hadapan pastor, agar perkawinan itu menjadi sah menurut hukum Gereja Katolik. Catatan usaha ini bisa dilakukan setelah melihat bahwa perkawinan itu kemungkinan besar akan bertahan seumur hidup sebagaimana sifat hakiki perkawinan Gereja Katolik yang salah satunya adalah tak terceraikan (Indissolubilitas). Selama perkawinan belum dibereskan secara Katolik, pasangan tersebut belum boleh menerima komuni suci. Alasannya adalah: bahwa status dan kondisi hidup mereka secara obyektif bertentangan dengan kesatuan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya, yang dilambangkan dan diwujudkan oleh Ekaristi.
3. Prosesnya
a. Bertemulah dengan Pastor di paroki tempat anda berada, dari sana akan diberitahu apa yang mesti dilakukan. Tentu saja dalam menangani kasus ini mesti diupayakan ijin dari uskup untuk yang perkawinan campur beda Gereja dan Harus ada dispensasi dari Uskup untuk Perkawinan campur beda Agama. Syarat untuk mendapatkan ijin atau Dispensasi dari bapa uskup adalah,
b. Surat permohonan untuk mendapatkan ijin atau dispensasi dari Uskup oleh Pastor yang menangani
c. Status bebas pihak non Katolik
d. Janji pihak Katolik bahwa perkawinan ini tidak membahayakan imannnya (artinya dia akan tetap setia pada Iman Katolik)
e. Dia akan berusaha sekuat tenaga mendidik anak-anaknya secara Katolik
f. Janji ini diketahui dan ditandatangani pihak tidak Katolik.
Daftar Pustaka
1. Al. Purwo Hadiwardoyo, MSF: Menuju Keluarga Bahagia, Pustaka Nusatama 2007

2. Cosmas Tukan, Manuscript Bahan Persiapan Kursus Perkawinan Katolik-Sampit
3. Kitab Hukum Kanonik (CIC)
4. FX. Didik Bagiyowinadi, Pr. Bergandengan Tangan Menuju Altar, Pustaka Nusatama, 2006
Sumber: Cosmas Tukan MSF


Jumat, 11 Mei 2012

KITAB HUKUM KANONIK : TUGAS GEREJA MENGAJAR


BUKU III
TUGAS GEREJA MENGAJAR
(Kan. 747 – 833)

Berikut adalah penjelasan Kitab Hukum Gereja terkait dengan pembahasan mengenai Tugas Gereja Mengajar:
  
1.1.        Pengantar
Ajaran merupakan pusat peranan dan misi Gereja:

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

Setiap orang dalam Gereja berpartisipasi dalam “fungsi Propetis (kenabian)” untuk mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus ini (Kan. 204, 211) dan saling menolong satu sama lain untuk menjadi murid-muridNya. Karena itu kanon-kanon dari buku III ini dihubungkan dengan seluruh umat kristen karena semua harus terlibat di dalamnya.
            Lima judul dalam buku III ini berhubungan dengan 1) Pelayan Sabda Allah, termasuk pewartaan sabda Allah dan pendidikan kateketik 2) kegiatan misi Gereja, 3) pendidikan Katolik termasuk sekolah-sekolah, universitas-universitas, dan lembaga pendidikan tinggi Katolik lainnya, universitas dan fakultas kegerejaan, 4) alat-alat  komunikasi sosial dan 5) pengakuan iman. Tema besar dai buku ini adalah tugas tanggung jawab berbagai macam aspek dari seluruh misi pengajaran.
Meskipun fungsi mengajar ditempatkan tersendiri dalam buku III, namun tidak terpisah dari tugas menguduskan dan tugas pastoral (pengembalaan). Disini hal itu dipisahkan karena demi kejelasan pembahasannya. Tetapi dalam hidup Gereja mereka harus bekerja sama dalam harmoni, seperti suara dalam koor. 


1.2.        Hak dan Kewajiban Gereja dalah untuk Mewartakan Injil

Kan 747 § 1: “Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khazanah iman agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga tanpa cela kebenaran yang diwahyukan, menyelidikinya secara lebih mendalam, mewartakan dan menjelaskannya dengan setia; Gereja mempunyai tugas dan hak asli untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa, juga dengan alat-alat komunikasi sosial yang dimiliki Gereja sendiri, tanpa tergantung pada kekuasaan insani mana pun juga”.

§ 2: “Gereja berwenang untuk selalu dan di mana-mana memaklumkan prinsip-prinsip moral, juga yang menyangkut tata- kemasyarakatan, dan untuk membawa suatu penilaian tentang segala hal-ikhwal insani, sejauh hak-hak asasi manusia atau keselamatan jiwa- jiwa menuntutnya.”

Gereja ada untuk mewartakan Injil sesuai dengan perintah Yesus Kristus. Yesus berpesan "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15).  Tugas mengajar sebagaimana tertulis dalam kanon 747 ini adalah hak dan kewajiban semua orang kristen. Kanon ini mengemakan kembali KV II yakni LG 12, DV 7 -10, DH 13. yang merupakan latar belakang kanon 747 § 1. Seluruh Gereja, umat Allah adalah subjek yang aktif dalam tugas mengajar ini. Bukan hanya tugas kaum tertahbis dan teolog-teolog profesional, tetapi tugas seluruh umat beriman. Untuk melakukan tugas ini Gereja disertai dan dibimbing terus menerus oleh Roh Kudus. Seluruh Gereja secara dinamis, menjaga kebenaran pewahyuan Allah, menyelidikinya, dan dengan penuh iman mewartakan dan menjelaskannya. Atas perintah Tuhan, Gereja menyatakan sebagai haknya untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa tanpa tergantung pada kekuasan manusiawi manapun.
Kan 747 § 2 mengkhususkan pengajaran Gereja dalam soal moral dan tata kemasyarakatan. Hal ini akan dimengerti dalam DH 14 dan GS 76. memang misi utama Gereja adalah dalam soal-soal religius, bukan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan kemasyarakatan. Tetapi nilai-nilai religius dapat menguatkan komunitas manusia (GS 42). Gereja juga menyuarakan prinsip-prinsip moral, bahkan dalam isu-isu sosial. Gereja juga dapat menjatuhkan penilaian jika hak-hak asasi dasar dan keselamatan jiwa menuntutnya (GS 76). Dalam Ajaran Sosial Gereja, Gereka Katolik banyak bersuara untuk kaum buruh yang tertindas, kaum yang terpingirkan dan mengalami ketidak-adilan, upah yang minim; kritik atas kapitalisme; soal-soal KB buatan; dsb. Ini semua adalah ajaran Gereja dalam bidang moral dan tata kemasyarakatan.

1.3.        Hak dan kewajiban untuk mencari kebenaran dan memeluknya.

Kan 748 § 1: “Semua orang wajib mencari kebenaran dalam hal- hal yang menyangkut Allah dan Gereja-Nya, dan berdasarkan hukum ilahi mereka wajib dan berhak memeluk dan memelihara kebenaran yang mereka kenal.”

§ 2: Tak seorang pun boleh memaksa orang untuk memeluk iman katolik melawan hati nuraninya”

Gereja menuntut setiap pribadi menggunakan penilaian dan kebebasannya untuk membuat keputusan. Mereka bebas untuk mendasarkan tindaka-tindakannya pada kesadaran mereka (keputusan hati nurani) dan tidak ditekan baik dari dalam maupun dari luar.
Mereka memiliki kewajiban moral untuk mencari kebenaran, khususnya kebenaran iman tentang Tuhan dan GerejaNya. Kalau kebenaran itu diketahui mereka wajib memeluk kebenaran itu dan menjadi pedoman yang mengatur hidup mereka. Sehubungan dengan hal ini, dengan jelas dikatakan bahwa tak seorangpun boleh dipaksa untuk memeluk iman katolik atau masalah iman lainnya, yang bertentangan dengan hati nuraninya. Kanon ini menyurakan DH 1-3 yang merupakan dasarnya. Paragraf pertama menyatakan dua kewajiban yang berbeda: 1) mencari kebenaran tentang Allah dan Gereja-Nya; 2) mengakui kebenaran itu, berpegang teguh padanya dan hidup berdasarkan kebenaran itu. Keduanya merupakan hak setiap orang.
Secara prinsipil kewajiban dan kebebasan untuk mencari kebenaran-kebenaran iman adalah sesuatu yang mencakup hidup gereja, karena hal itu tidak hanya didasarkan pada martabat pribadi manusia, tetapi juga pada kebebasan hakiki tindakan iman. “tindakan iman adalah kehendak alami” (DH 10).
Paragraf kedua mengajarkan batas luar dari kekebasan religius yakni tak ada paksaan. Bukan hanya bujukan dari dalam yang dihindari, tetapi Gereja harus menunjukkan dirinya sendiri sebagai komunitas yang menarik yang di dalamnya kebebasan beragama dihargai. Secara tegas dihindari pemaksaan terhadap seseorang, atau membujuk mereka dengan cara tak pantas memikat mereka masuk dalam Gereja (Katolik). Seluruh orang kristen harus sadar bahwa hak untuk kebebasan beragama dimurnikan sehingga tak seorangpun dikeluarkan dari Gereja karena gangguan yang merugikan ini.

1.4.        Infalibilitas Paus dan Kolegial Para Uskup

Kan 749 § 1: “Berdasarkan jabatannya Paus memiliki ketidak-dapat-sesatan (infallibilitas) dalam Magisterium, apabila selaku Gembala dan Pengajar tertinggi seluruh kaum beriman, yang bertugas untuk meneguhkan iman saudara-saudaranya, memaklumkan secara definitif bahwa suatu ajaran di bidang iman atau di bidang moral harus diterima.”

§ 2: “Ketidak-dapat-sesatan dalam Magisterium dimiliki pula oleh Kolegium para Uskup, apabila para Uskup, tergabung dalam Konsili Ekumenis, melaksanakan tugas mengajar dan selaku pengajar dan hakim iman dan moral, menetapkan bagi seluruh Gereja bahwa suatu ajaran di bidang iman atau moral harus diterima secara definitif; ataupun apabila mereka, tersebar di seluruh dunia, namun memelihara ikatan persekutuan antara mereka dan dengan pengganti Petrus, mengajarkan secara otentik, bersama dengan Uskup Roma itu, sesuatu dari iman atau dari moral dan mereka seia-sekata bahwa ajaran itu harus diterima secara definitif.”

§ 3: “Tiada satu ajaran pun dianggap sudah ditetapkan secara tak-dapat-sesat, kecuali hal itu nyata dengan pasti.”

Infalibilitas (ketidak-dapat-sesatan) merupakan ajaran paus dan para uskup dalam kesatuan dengan paus. Infalibilitas ini berkaitan dengan Gereja sendiri yang adalah tubuh mistik Kristus. Kristus senantiasa hadir melalui Roh Kudus dan membimbing Gereja dan para pemimpinnya (I Yoh 2:20, 27; LG 12). Namun ajaran infalibilitas sangat jarang dipakai oleh paus, maupun para uskup dalam kesatuan dengan paus.
Ajaran paus dan para uskup seperti ensiklik, eksortasi, surat, amanat, homili, tidak termasuk ajaran infalibilitas. Paus jarang sekali menetapkan ajaran infalibilitas sepanjang sejarahnya. Jika kolegium para uskup mengajar secara khusus seperti yang dilakukan dalam Konsili Vatikan itu tidak dilakukan dalam kuasa infalibilitas.
Ajaran infalibilitas sudah lama berakar dalam sejarah Gereja. Tetapi kesungguhan artikulasinya baru pada akhir pengantian Konsili Vatikan pertama (1870). Kanon ini harus ditafsirkan berdasarkan LG 25. Jika kolegium para uskup hendak menyatakan ajaran infalibilitas baik di dalam atau di luar konsili ekumenis, mereka biasanya menyatakannya dengan tegas dan eksplisit. Ajaran itu harus diakui dan dipegang oleh seluruh Gereja.
Paragraf ketiga barang kali sangat penting secara kanonik. Kecuali jika suatu ajaran secara jelas dibangun sebagai ajaran infalibilitas,  

1.5.        Perkara-perkara Iman dan Perkara-perkara yang Dihubungankan dengan Iman

Kan 750 §1: “Dengan sikap iman ilahi dan katolik harus diimani semuanya yang terkandung dalam sabda Allah, yang ditulis atau yang ditradisikan, yaitu dalam khazanah iman yang satu yang dipercayakan kepada Gereja, dan sekaligus sebagai yang diwahyukan Allah dikemukakan entah oleh Magisterium Gereja secara meriah, entah oleh Magisterium Gereja secara biasa dan umum; adapun khazanah iman itu menjadi nyata dari kesepakatan orang-orang beriman kristiani di bawah bimbingan Magisterium yang suci; maka semua harus menghindari ajaran apapun yang bertentangan dengan itu”.

§ 2: “Dengan teguh harus juga dipeluk dan dipertahankan semua dan setiap hal yang menyangkut ajaran iman atau moral yang dikemukakan secara definitif oleh Magisterium Gereja, yaitu hal-hal yang dituntut untuk menjaga tanpa cela dan menerangkan dengan setia khazanah iman tersebut. Maka dari itu adalah melawan ajaran Gereja katolik orang yang menolak proposisi yang harus dipegang secara definitif tersebut.”

Di antara semua yang diajarkan oleh Gereja, apa yang harus dipercayai? Jawabannya adalah pewahyuan Allah, baik yang tertulis dalam Kitab Suci maupun dalam Tradisi. Iman dikatakan “ilahi” karena ia merupakan jawaban terhadap pewahyuan Allah, “katolik” karena ia dimaksudkan oleh Gereja sebagai pewahyuan ilahi. Hal ini telah diajarkan dalam LG 25, DV 10.
Suatu yang penting dalam paragraf ini adalah kata “harus diimani.” Seluruh umat beriman kristiani adalah pelaksana ajaran yang berasal dari magisterium biasa dan universal. Rasa iman (sense of faith) umat Allah dibangkitkan dan digemakan oleh Roh kebenaran, agar dapat menerima Sabda Allah dan mengimaninya (LG 12). Roh Kudus memprakarsai interrelasi antara Sabda Suci Allah dan iman umat Allah yang kudus (DV 10). Paragraf ini juga mengingatkan setiap orang percaya untuk menghindari semua ajaran yang bertentangan dengan semua isi ajaran iman.
Paragraf kedua dari kanon ini mengacu pada kebenaran yang tidak berasal dari wahyu tetapi berhubungan secara historis dan logis dengan kebenaran-kebenaran yang diwahyukan. Kebenaran-kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran-kebenaran yang secara definitif ditetapkan oleh kuasa mengajar Gereja (magisterium). Ajaran-ajaran yang dikemukakan secara definitif oleh magisterium ini harus dipeluk dan dipertahankan (kan 833, LG 25).
Ajaran-ajaran yang dikemukakan secara definitif ditetapkan oleh paus atau oleh konsili ekumenis, atau oleh ajaran infalibilitas dari magisterium biasa dan universal yang secara definitif harus dipeluk. (LG 25).
Pribadi yang sejara tegas menolak ajaran-ajaran semacam ini dan tidak menarik kembali penolakannya setelah diingatkan oleh paus dan pejabata Gereja biasa akan dikenai hukuman sesuai dengan kan 1371 § 1.


1.6.        Bidaah (heresy), Kemurtadan (Apostasia), dan Skisma (schisma)

Kan 751: Yang disebut bidaah (heresis) ialah menyangkal atau meragukan dengan membandel suatu kebenaran yang harus diimani dengan sikap iman ilahi dan katolik sesudah penerimaan sakramen baptis; kemurtadan (apostasia) ialah menyangkal iman kristiani secara menyeluruh; skisma (schisma) ialah menolak ketaklukan kepada Paus atau persekutuan dengan anggota-anggota Gereja yang takluk kepadanya.

Kanon ini merupakan definisi dari bidaah, kemurtadan, dam skisma. Konteks Konsili Vatikan adalah reformasi protestan yang menyebabkan kekacauan dan perpecahan dalam Gereja pada abad awal abad 19. Konteks sekarang adalah mencari kesatuan kembali yang disebut gerakan ekumenis. Konsep bidaah, kemurtadan, skisma harus dilihat berdasarkan cara pandang kesatuan (komunio) itu. Beberapa unsur dari hal ini diuraikan secara detail dalam LG 14 dan UR 3. Orang-orang kristen disatukan lebih baik lewat faktor karya cinta kasih (karitas), dari pada pengakuan ajaran bersama. Dialog yang lebih menyatukan adalah kerja sama dalam karya amal dari pada dialog tentang ajaran. Sebab Gereja-gereja Kristen terpecah karena perbedaan ajaran.
Sesungguhnya istilah bidaah, kemurtadan dan skisma bukan berarti orang yang lahir dan dibabtis di luar persekutuan Gereja katolik. Rumusan itu hanya ditujukan untuk orang-orang katolik, yang dibabtis dalam Gereja Katolik dan diterima di dalamnya (UR 3; ED 19-20) tetapi menolak apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik.
Bidaah, kemurtadan, dan skisma dipandang sebagai kubur penyangkalan melawan kebenaran yang diwahyukan dan kesatuan Gereja, secara khusus dalam Gereja yang serius menekankan ajaran dan kesatuan seperti Gereja Katolik. Karena akibat yang mungkin dari tindakan-tindakan ini sangat drastis. Tetapi istilah-istilah bidaah, murtad, skisma harus dimengerti dengan benar dan diterapkan secara sempit. 
Bidaah, kemurtadan dan skisma adalah orang yang melawan atau menyerang ajaran Gereja secara sadar dan sengaja. Jika unsur-unsur serangan ini dibenarkan, maka unsur-unsur ini dapat membuat orang kehilangan tugas mengajar dalam Gereja (c,194 $1,2), dikeluarkan dari suatu komunitas religius (c,694$ 1,1), dibebaskan dari tugas-tugas suci (c, 1041$2) , dikeluarkan dari status klerikal (c 1364, $2), diekskomunikasi (c 1364$1), dan bahkan tidak dapat dikuburkan dalam ritus kematian gerejawi (c 1184, $ 1,1).
Bidaah adalah suatu penyangkalan dan keraguan terhadap suatu kebenaran yang harus diimani dengan iman ilahi dan katolik. Tetapi kejahatan bidaah hanya diwujudkan pada kebenaran dalam arti sempit yakni menyangkal kebenaran-kebenaran iman yang diwahyukan seperti inkarnasi dan kebangkitan Tuhan (bdk. 750 §1), bukan kebenaran-kebenaran moral seperti anti KB buatan, dsb (kan 750 § 2).
Penyangkalan dan penyangsian yang sesungguhnya yang mendapat hukuman adalah penyangkalan yang diambil dengan penuh pengetahuan, kehendak bebas dan kesadaran bahwa penyangkalan dan keraguan itu bertentangan dengan iman ilahi dan katolik. Pengkalan itu dipertahankan dengan teguh dan tak mau berubah walau setelah diadakan refleksi, permenungan, dialong dan usaha berdamai.  Jadi orang baru dikatakan bidaah bila dengan tahu dan sadar melawan inti ajaran iman Kristen.
Kemurtadan adalah penolakan seluruhnya terhadap iman kristen (bukan hanya katolik) yang dilakukan dengan penuh kesadaran, pengetahuan dan kehendak bebas.
Skisma lebih dari sekedar penolakan terhadap kesatuan (komunio). Penolakan itu merupakan penolakan komunio yang teguh dan gigih. Penolakan atas kesatuan itu diuraikan dalam kan 209, 205, misalnya pemilikan Roh Kudus dan hidup berahmat (LG 14, 15, UR 3). Skisma pada umumnya diterapkan oleh Gereja Katolik untuk mereka yang tidak mengakui kepemimpinan Paus sebagai penganti Rasul Petrus.


1.7.        Ajaran-ajaran Paus dan Kolegium Para Uskup 

Kan 752 - Memang bukan persetujuan iman, melainkan ketaatan (obsequium) religius dari budi dan kehendak yang harus diberikan terhadap ajaran yang dinyatakan atau oleh Paus atau oleh Kolegium para Uskup mengenai iman atau moral, bila mereka menjalankan tugas mengajar yang otentik, meskipun tidak bermaksud untuk memaklumkannya secara definitif; maka umat beriman kristiani hendaknya berusaha menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran itu”.
Ajaran-yang yang dimaskud dalam kanon ini adalah bukan ajaran yang definitif. Ajaran-ajaran tersebut mencakup ensiklik-ensiklik kepausan, surat-surat, dan konstitusi-konstitusi seperti halnya dokumen-dokumen konsili ekumenis. Terhadap ajaran-ajaran tersebut umat kristen harus memberikan kepatuhan religius dari budi dan kehendak. (bdk juga dengan Kan. 748 dan 218).
Kanon lainnya yang hampir sama temanya adalah kan. 753 umat beriman harus memberikan kepatuhan religius terhadap pengajar otentik gereja seperti para uskup baik sendiri, maupun bersama seperti konfrensi wali gereja, dll. Kan 754 menetapkan bahwa umat beriman wajib menepati konstitusi-konstitusi dan dekrit-dekrit yang ditetapkan oleh kuasa gereja yang sah (Paus dan para uskup).

1.8.        Gerakan Ekumenis

Kan 755 § 1.- Seluruh Kolegium para Uskup dan Takhta Apostolik mempunyai tugas utama untuk memajukan dan membimbing gerakan ekumenis di kalangan umat katolik, yang tujuannya ialah pemulihan kesatuan antara semua orang kristiani yang menurut kehendak Kristus harus diperjuangkan oleh Gereja.
 § 2 - Demikian pula para Uskup dan, menurut norma hukum, konferensi para Uskup, wajib memperjuangkan kesatuan tersebut dan, sesuai dengan bermacam-macam kebutuhan atau kesempatan, wajib memberikan norma-norma praktis dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas tertinggi Gereja.
Karena perbedaan ajaran dari masing-masing anggotanya, Gereja Kristus terpecah. Ini adalah akibat dari macam-macam ajaran dan penafsiran. Tetapi komitmen Gereja Katolik adalah menyatukan kembali Gereja Kristus yang terpecah belah ini. Gereja Katolik mengembangkan gerakan ekumenis agak terlambat, tetapi dilakukan dengan komitmen dan entusiasme. Dekrit tentang ekumenisme dalam Konsili Vatikan II adalah terobosan yang dramatis. Ini adalah tanda gerakan serius Gereja ke arah kesatuan umat Kristen. Kanon ini dilahirkan dari dekrit (UR 4), ini adalah kapsul kanonis dari komitmen Gereja. Kata-kata yang digunakan adalah “memajukan … gerakan ekumenis” dan “mempromosikan…pemulihan kesatuan di antara seluruh umat kristen.” Mengapa demikian? Karena kesatuan itu adalah kehendak Kristus (Yoh 17:21). Gerakan ini harus diwujudkan dalam berbagai kesempatan oleh semua umat beriman kristen, misalnya dalam proyek bersama seperti pekerjaan dari keadilan sosial, amal kasih, membela hak-hak manusia, dan gerakan perdamaian. (lih. Juga Kan 11, 204 – 205, 256 § 1, 364 6, 383 §3, 463 §3, 844 § 2, 933, 1124-1129, 1183 § 3 semuanya dihubungkan dengan ekumenisme).
 DEO GRATIA.........

Kamis, 03 Mei 2012

Pentahbisan Imam Baru

Hari ini 3 Mei 2012, Umat Katolik Paroki St.Pius X Bengkayang patut besyukur karena salah satu putra parokinya ditahbiskan menjadi Imam Kapusin yaitu P. Marselinus Lukman,OFMCap. P. Lukman ditahbiskan menjadi Imam bersama dengan rekannya P. John Wahyudi, OFMCap asal Paroki Salib Suci Ngabang. P. Lukman sapaan akrabnya memilih motto tahbisannya: "Serahkan segala kekuatiranmu pada-Nya, maka ia akan memelihara hidupmu" (1 Ptr 5:7). sedangkan Pastor John memilih motto tahbisannya: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlh kuasa-Ku menjadi sempurna" (2 Kor 12:9). Acara pentahbisan ini diselenggarakan di Gereja Katolik Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Pusat Damai di jalan Merdeka, Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau. Bertindak sebagai pentahbis adalah Yang Mulia Uskup Sanggau  Mgr.Giulio Mencuccini CP. 
P. John Wahyudi OFMCap dan P.Marselinus Lukman  OFMCap

Sebagai putra paroki kelahiran stasi Bare Mada dan juga kegembiraan bersama umat di pusat paroki maka P.Lukman dan P.John akan menyelenggarakan misa perdannya di Pusat Paroki pada; 13 Mei 2012 dan di kampung halaman pada; 20 Mei 2012.
Bertepatan dengan hari yang sama pula Umat Paroki Stella Maris, Siantan Keuskupan Agung Pontianak melaksanakan tahbisan imam asal paroki Stela Maris Siantan, P. Antonius Dedian, MSC. Yang Mulia Uskup Agung Pontianak bertindak sebagai pentahbis. Prificiat kepada ketiga Yubilaris, semoga berkat tahbisan imamat yang telah diterima para pastro dapat bekerja dengan suka cita di ladang Tuhan. Amin

Deo Gratia...

Selasa, 24 April 2012

Paskah di-Paroki Bengkayang


Dalam rangka merayakan Hari Raya Paskah. Paroki St.Pius X Bengkayang menyelengarakan berbagai kegiatan; diantaranya adalah : Senam Kebugaran, Sunatan Massal, Lomba Mencari telur Paskah. Acara pagi itu, 01 April 2012 dihentakan oleh riuhnya musik dan semangat peserta senam pagi. Senam tersebut dihadiri oleh Segenap umat katolik di pusat paroki, Bupati Bengkayang beserta istri, Ketua DPRD serta siswa-siswi SMP St.Tarsisia dan SMA St.Fransiskus Asisi. Senam yang berdurasi satu jam tersebut diakhiri dengan pembagian door prize. Banyak peserta yang beruntung mendapatkan hadiah.
Sesudah senam pagi acara dilanjutkan dengan Sunat Massal ini di ikuti oleh anak-anak seusia 10-14 tahun. Acara yang berlangsung sampai sore ini telah berhasil menyunat 91 anak. Anak-anak ini berasal dari 12 Kring yang ada dipusat paroki. Acara yang baru pertama kali dilaksanakan di paroki ini mengundang banyak minat dari umat. Menurut ketua panitia paskah Maria Lindan, acara ini secara umu berjalan sukses guna menyongsong perayaan iman kita yaitu Paskah. 
Pada hari raya Paskah ke-dua, setelah misa diadakan perlombaan mewarnai tingkat TK dan SD. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan mencari telur Paskah. Anak-anak sangat antusias mencari telur paskah sampai ada anak yang menangis karena tidak kebagian. Tetapi untunglah Panitia dengan sigap memberikan bantuan dengan membagikan lagi telur paskah bagi anak yang tidak kebagian. 
Paskah tahun ini memang luar biasa dipadati dengan kegiatan terlebih lagi jumlah umat yang merayakan Paskah dapat dikatakan membludak, meskipun misa malam Paskah sudah diselenggarakan dua kali yaitu jam17.00 WIB dan 19.00WIB gereja tetap tidak mampu menampung umat yang menghadiri perayaan Paskah. Bahkan keesokan paginya Hari Minggu Paskah ada tiga kali Misa tetap sedikit menyisakan bangku kosong di dalam maupun luar Gereja.
Semoga perayaan iman ini dapat menjadi semangat baru bagi kita semua dalam hidup ini.

BANGKIT DAN BERGERAKLAH!
  
Senam massal

Setelah di sunat

Sabtu, 25 Februari 2012

INDONESIAN YOUTH DAY 2012

IYD 2012

INDONESIAN YOUTH DAY 2012 
Sanggau (Kalimantan Barat), 20 – 26 Oktober 2012
Berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, Berteguh dalam Iman
(bdk. Kol 2:7)
LATAR BELAKANG
Sebagaimana pernah dinyatakan Mgr. Soegijapranoto (alm.) dengan slogannya yang terkenal ’100% Katolik, 100% Indonesia’, Orang Muda Katolik (OMK) Indonesia tumbuh dan berkembang dalam kekatolikan dan keindonesiaan. OMK, justru karena imannya, tergerak untuk terlibat dalam kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia, terutama yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel (bdk. Gaudium et Spes 1, Matius 25:40).


Sikap itulah yang perlu terus-menerus diupayakan, baik secara pribadi maupun bersama, dalam segala jenjang. OMK Indonesia perlu bekerja sama dengan semua pihak yang berkehendak baik, untuk mewujudkan masyarakat yang semakin bermartabat, adil dan sejahtera.


Keinginan baik itu menemui banyak tantangan, terutama dalam situasi dan kondisi Indonesia saat ini. Sejak 1997, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melalui Surat Gembala Prapaskah telah menyerukan keprihatinan terhadap rusaknya keadaban publik, khususnya berupa kerusakan moral hampir di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, melalui Surat Gembala Paskah KWI 2001, keprihatinan yang sama kembali diungkapkan. Dua tahun kemudian, dalam Nota Pastoral KWI 2003, berbagai masalah serius di Indonesia disimpulkan sebagai hancurnya keadaban, sehingga kesejahteraan bangsa Indonesia sulit dicapai. Pada 2004, KWI mengeluarkan Nota Pastoral berjudul Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa, yang disambung dengan Nota Pastoral ada 2006 yang berjudul Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan.


Hingga kini, terbangunnya habitus baru demi terbentuknya keadaban publik masih perlu terus diperjuangkan. OMK Indonesia, sebagai bagian dari Gereja Katolik Indonesia, diharapkan mampu menjadi agen-agen transformasi nilai menuju keadaban publik. Jumlah OMK Indonesia yang meliputi 60% populasi warga Katolik Indonesia menuntut perhatian serius dari Gereja dan Pemerintah dari waktu ke waktu. Mereka meliputi para lajang usia 13-35 tahun yang diharapkan berperan makin besar bagi masa depan Gereja dan bangsa Indonesia.


Gereja sungguh memperhatikan bagaimana berkatekese (memberi pengajaran dan pendampingan iman) bagi anak-anak dan Orang Muda. Gereja menyiapkan orang muda bagi kesanggupan-kesanggupan yang penting dalam kehidupan orang dewasa. Saatnya Injil disajikan kepada OMK, agar dimengerti dan diterima sebagai pemberi makna kahidupan. Tanpa Injil Kristus, sikap-sikap mental tertentu tak bisa dijelaskan secara mendalam kepada OMK, misalnya sikap lepas bebas, sikap keadilan, sikap menahan diri, komitmen, perdamaian, kepekaan terhadap Allah. Itu semua mesti hidup dalam diri orang muda Katolik yang membedakannya dari yang lain sebagai murid Kristus (Catechesi Tradendae # 39).


Karena itu, mutlak kepada OMK yang memiliki bahasa tertentu itu, diberikan pengajaran iman yang khas dan menjadi gerakan bersama serentak di semua keuskupan. Pribadi Sang Penyelamat wajib disampaikan kepada OMK disertai kesadaran bahwa OMK kendati kadang-kadang secara agak kabur, bukan hanya siap sedia dan membuka hati, melainkan sungguh-sungguh berhasrat mengenal Yesus… yang disebut Kristus (Mat 1:16, bdk. CT 40).


Satu bentuk perhatian Gereja terhadap OMK adalah penyelenggaraan acara berupa perjumpaan bagi OMK itu sendiri. Dalam perjumpaan tersebut, OMK dikondisikan untuk dapat melakukan sharing iman & meneguhkan. Melalui sharing iman itu, OMK diharapkan dapat memperoleh inspirasi dan keberanian untuk menjalani ajaran Kristus dalam hidup mereka sehari-hari.
Di tingkat dunia, perjumpaan OMK dilaksanakan dalam bentuk World Youth Day, sedangkan di tingkat regional misalnya, dilaksanakan Asian Youth Day. Sejumlah keuskupan di Indonesia pun memandang penting perjumpaan OMK itu dan mengadakan acara Diocese Youth Day. Dalam sejumlah kesempatan perjumpaan itu, disadari bahwa pertemuan OMK di tingkat nasional belumlah ada.


Pertemuan OMK se-Indonesia memiliki arti penting. OMK merupakan kekuatan pendorong (driving force) pada masa sekarang maupun masa datang bagi Gereja dan masyarakat yang memerlukan wawasan nasional. Pertemuan tersebut merupakan peluang untuk membuka perspektif OMK agar menjadi lebih luas daripada lingkup paroki dan keuskupan. Pertemuan itu pun diharapkan mempertebal solidaritas, jejaring, & kesatuan iman Katolik bagi OMK seluruh Indonesia.


Dengan mempertimbangkan ciri-ciri dan kebutuhan OMK Indonesia yang khas dan begitu kompleks di zaman kini serta mutlak membutuhkan pendampingan iman, para Uskup Indonesia yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) saat sidangnya pada Oktober 2010, telah menyetujui diadakan acara bersama bagi Orang Muda Katolik Indonesia pada tingkat nasional, yang disebut Indonesian Youth Day (IYD) pada 2012.


Mau tahu tujuan IYD 2012?  klik disini saja Tujuan IYD
Siapa aja ya yang diajak? bisa dilihat disini Sasaran Peserta IYD
Mau tahu bentuk acaranya? nih…Konsep Kegiatan IYD
Dan seperti inilah Tahap Pelaksanaan IYD

Sumber resmi IYD dapat dilihat di: www.orangmudakatolik.net/iyd2012/

Selasa, 21 Februari 2012

Jumpa Pengurus Umat Se-Dekanat Singkawang

Nyarumkop, 17-19 Februari 2012

Misa Pembukaan Jumpa Pengurus Umat Se-Dekanat Singkawang

Setelah sekian lama tidak berjumpa dalam Dekanat Singkawang kali ini para Pengurus Umat dari 7 Paroki bertemu di Nyarumkop untuk saling berbagi pengalaman dan menimba ilmu terutama dalam liturgi dan kepemimpinan, setidaknya berupa informasi yang menjadi modal bagi para pengurus umat untuk bersama umat di stasi dan kring masing-masing dalam menanggapi sapaaan Allah. Acara ini dimulai dengan Misa pembukaan yang dipimpin oleh Mgr. Hieronimus Bumbun OFM.Cap bersama pastor Dekanat Singkawang.  Kegiatan ini dihadiri 140 orang. Narasumber yang menyampaikan materi diantaranya. Pastor Damian OFM.Cap (Materi Liturgi), Pastor Ambot, OfmCap (Materi Kepemimpinan), Bapak Mahadi (Sosialisasi APP 2012). Proses berjalan sangat  menarik tampak dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan peserta kepada narasumber dan banyak kesaksian-kesaksian yang moga-moga dapat saling menguatkan dalam pelayanan.
Pertemuan ini mengundang kesan yang mendalam dalam diri setiap pengurus umat yang ada dalam Dekanat Singkawang. Dalam homilinya Uskup Pontianak menegaskan bahwa kekuatan Gereja ada dalam diri para pengurus umat sebagai ujung tombak. Disisi lain Bapak Uskup juga mengajak agar para pengurus umat mau dan mampu menggerakan OMK (Orang Muda Katolik) di wilayahnya masing-masing untuk melibatkan diri dalam kegiatan menggereja. Pertemuan ini juga sebagai bentuk penegasan hasil Sinode Keuskupan Agung pontianak bahwa Gereja adalah Keluarga, partisipasi kaum Awam menjadikan Gereja lebih mengakar dan bertumbuh dalam hidup umat.
Acara yang berlangsung selama tiga hari ini mengingatkan akan arti pentingnya communio (kebersamaan) sebagai satu kestuan utuh warga Gereja. Meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu dalam Iman akan Yesus Kristus sang Gembala Utama. Para Pengurus Umat dipanggil untuk menjadi pelayan jemaat menjadi pengarah dan batu penjuru terhadap kelangsungan warga gereja di tempat mereka masing-masing. Harapan kedepan agar pertemuan ini dapat dilangsungkan lagi untuk periode berikutnya. Amin.

Suasana Misa Pembukaan

Foto bersama Mgr. Hieronymus Bumbun, OFMCAp dan sebagian pengurus  umat  Paroki St.Maria Nyarumkop

Foto bersama Uskup, Pastor dan Pengurus Kring Paroki St.Pius X Bengkayang