PERKAWINAN CAMPUR
Seorang bapak, aktvis
paroki dan Gereja pernah datang kepada saya menceritakan kebingungan yang
dialami bersama istrinya tentang anak putrinya yang akan menikah namun tidak
dengan pemuda yang seiman. Sejak dari awal mereka sebagai orang tua tidak
menyetujui adanya hubungan itu. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan
anaknya itu akan ‘memalukan’ mereka sebagai aktivis Gereja. “Masak aktivis
Gereja kok anaknya menikah dengan yang beragama lain”. Demikian pergulatan
mereka. Tetapi semakin dilarang, semakin nekat pula putrinya tersebut. Maka
dalam kebingungan bapa ini datang dan menceritakan persoalan ini. Lantas
bagaimna permasalahan ini dilihat dalam terang hukum Gereja dan iman kita?
I. “KAWIN CAMPUR”:
APA ITU?
Gereja Katolik
mengajarkan bahwa perkawinan yang ideal adalah antara orang yang seiman yakni
antara orang Katolik dengan orang Katolik. Meski demikian, Gereja tidak menutup
mata terhadap kenyataan adanya perkawinan yang tidak seiman. Oleh karena itu
saya akan menyampaikan hal-hal mengenai perkawinan campur dan bagaimana
pandangan Gereja Katolik mengenai hal ini serta usaha pastoralnya.
Dalam Gereja
Katolik, kita mengenal 2 macam perkawinan: yakni Perkawinan Katolik (maksudnya
perkawinan antara orang Katolik dengan orang Katolik) dan Perkawinan Campur
(antara orang Katolik dengan yang bukan Katolik). Fokus tulisan ini, pada
Perkawinan Campur. Yang dimaksud dengan perkawainan campur adalah: Perkawinan
yang dilangsungkan antara 2 orang yang berbeda. Ada 2 macam perkawinan campur
yang dipahami Gereja Katolik yakni: Perkawinan campur Beda Agama dan perkawinan
campur Beda Gereja.
1. Yang dimaksudkan
dengan kawin campur Beda Agama adalah: Perkawinan antara seorang Katolik dan
seorang bukan Katolik atau bukan Kristen (proterstan) jadi bisa dengan seorang:
Islam, Hindu, Budha dll.
2. Yang dimaksudkan
dengan Perkawinan campur Beda Gereja adalah: perkawinan antara seorang Katolik
dan seorang yang dibaptis dalam Gereja Kristen bukan Katolik. (tentu saja yang
baptisannya diakui sah oleh Gereja Katolik. K. 849)
II. BAGAIMANA SIKAP
GEREJA KATOLIK?
1. Secara umum
Gereja Katolik, kurang mendukung perkawinan campur ini. Sikap kurang mendukung
ini bukan karena Gereja Katolik kurang menghormati agama lain. Gereja kurang
mendukung karena melihat pasti ada masalah yang akan muncul berkaitan dengan
perkawinan yang demikian.
2. Masalah-masalah
itu antara lain:
a. Sebelum menikah:
pasti ada penolakan dan ketidaksetujuan dari keluarga besar entah dari keluarga
yang Katolik maupun yang tidak Katolik sebagaimana kisah diawal tulisan ini,
yang mau tidak mau, akan menimbulkan tekanan psikis pada calon meskipun betapa
kecilnya.
b. Menjelang
menikah: akan muncul masalah mengenai cara menikah: Gereja Katolik dalam Kitab
hukum kanonik, menuntut orang Katolik harus menikah secara Katolik, dihadapan
Pastor dan 2 saksi. Begitupun dari agama lain tentu juga akan menutut hal yang
sama, dan ini akan menimbulkan masalah tersendiri.
c. Setelah menikah
: setelah hadirnya anak dalam keluarga, akan timbul masalah mengenai
pembabtisan anak-anak. Belum lagi ketika hidup besama dalam keluarga soal
memasang patung bunda maria dan salib dalam rumah, soal sekolah anak :
disekolah katokik atau lainnya, aktif dalam kegiatan wilayah, gereja dan
berbagai masalah lainnya yang menguras tenaga diantara mereka yang tidak
sedikit
III. UPAYA PASTORAL
:
1. Kendati Gereja
mengidealkan dan menghimbau perkawinan yang seiman dalam artian yang Katolik
dan Katolik dan membentuk perkawinan yang sakramental, tapi Gereja Katolik
tidak menutup mata akan kenyatan bahwa memang sulit mencari jodoh yang seiman.
Apalagi di Indonesia, orang Katolik itu minoritas, sehingga ketika di sekolah
atau di lingkungan kerja pasti orang Katolik akan bertemu dan berelasi dengan
yang tidak seiman. Tambah lagi kurangnya kegiatan orang muda Katolik dalam
Gereja atau paroki. Karena sering bertemu dengan yang tidak seiman maka lambat
laun cinta tumbuh karena kedekatan dan kebersamaan. Lebih celaka lagi bila ada
yang berprinsip dari pada jadi perawan tua atau perjaka tua ya siapapun yang
datang langsung disambar.
2. Dalam situasi
ini bagaimana orang tua Katolik mesti bersikap?
a. Sebagai orang
tua sebaiknya pertama-tama, berusaha mencegah perkawinan campur ini baik beda
gereja maupun beda agama.
b. Kalau memang
mereka tidak bisa dipisahkan lagi Entah karena ancaman anak atau MBA (Married
By Accident= sudah hamil), sebaiknya orang tua berusaha agar anaknya menikah
secara Katolik, artinya pernikahan itu berlangsung di Gereja Katolik dan di
hadapan seorang pastor.
c. Jika ini sulit
untuk yang beda Gereja bisa dilakukan secara ekumenis artinya bersama-sama
antara pastor dan pendeta asal janji nikah ditanyakan pastor.
d. Bila pernikahan
itu sudah terlanjur dilaksanakan tidak secara Katolik, maka sebaiknya orang tua
atau siapapun yang kenal berusaha agar pasangan tersebut bersedia memperbaharui
janji nikah mereka di hadapan pastor, agar perkawinan itu menjadi sah menurut
hukum Gereja Katolik. Catatan usaha ini bisa dilakukan setelah melihat bahwa
perkawinan itu kemungkinan besar akan bertahan seumur hidup sebagaimana sifat
hakiki perkawinan Gereja Katolik yang salah satunya adalah tak terceraikan
(Indissolubilitas). Selama perkawinan belum dibereskan secara Katolik, pasangan
tersebut belum boleh menerima komuni suci. Alasannya adalah: bahwa status dan
kondisi hidup mereka secara obyektif bertentangan dengan kesatuan kasih antara
Kristus dan Gereja-Nya, yang dilambangkan dan diwujudkan oleh Ekaristi.
3. Prosesnya
a. Bertemulah
dengan Pastor di paroki tempat anda berada, dari sana akan diberitahu apa yang
mesti dilakukan. Tentu saja dalam menangani kasus ini mesti diupayakan ijin
dari uskup untuk yang perkawinan campur beda Gereja dan Harus ada dispensasi
dari Uskup untuk Perkawinan campur beda Agama. Syarat untuk mendapatkan ijin
atau Dispensasi dari bapa uskup adalah,
b. Surat permohonan
untuk mendapatkan ijin atau dispensasi dari Uskup oleh Pastor yang menangani
c. Status bebas
pihak non Katolik
d. Janji pihak
Katolik bahwa perkawinan ini tidak membahayakan imannnya (artinya dia akan
tetap setia pada Iman Katolik)
e. Dia akan
berusaha sekuat tenaga mendidik anak-anaknya secara Katolik
f. Janji ini
diketahui dan ditandatangani pihak tidak Katolik.
Daftar Pustaka
1. Al. Purwo
Hadiwardoyo, MSF: Menuju Keluarga Bahagia, Pustaka Nusatama 2007
2. Cosmas Tukan,
Manuscript Bahan Persiapan Kursus Perkawinan Katolik-Sampit
3. Kitab Hukum
Kanonik (CIC)
4. FX. Didik
Bagiyowinadi, Pr. Bergandengan Tangan Menuju Altar, Pustaka Nusatama, 2006
Sumber: Cosmas
Tukan MSF
0 komentar:
Posting Komentar