"Keterlibatan
Gereja dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan"
Pendahuluan
1. "Engkau
yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan
manusia, yang mengeluarkan makanan dari tanah" (Mzm. 104:14). Yang
dikutip untuk mengawali Pesan Pastoral ini adalah Mazmur Pujian atas keagungan
Tuhan yang tampak dalam segala ciptaan-Nya. Pujian itu mengandung kesadaran
iman pemazmur akan tanggungjawab dan panggilannya untuk menjaga dan melestarikan
keutuhan ciptaan, dengan mengusahakan keselarasan dan perkembangan seluruh
ciptaan (Kej 2:15). Inilah kesadaran Gereja juga. Sadar akan pentingnya
tanggungjawab dan panggilan tersebut, para Uskup yang tergabung dalam
Konferensi Waligereja Indonesia menyampaikan Pesan Pastoral sebagai buah dari
sidang yang diselenggarakan pada tanggal 5 - 15 November 2012.
Kondisi yang
memprihatinkan
2. Alam
semesta dan manusia sama-sama diciptakan oleh Allah karena
kasih-Nya, sehingga manusia tidak bisa tidak menyadari kesatuannya dengan alam.
Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan dan
mengolahnya secara bertanggung jawab. Bumi sendiri merupakan rumah bagi manusia
dan seluruh makhluk yang lain. Hal ini mengharuskan manusia melihat lingkungan
hidup sebagai tempat kediaman dan sumber kehidupan. Oleh karena itu, sejak awal
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya baik adanya (Kej
1:10.12.18.21.25.31) dan Allah mempercayakan alam kepada manusia untuk
diusahakan dan dipelihara.
3. Alam semesta
bukanlah obyek yang dapat dieksploitasi sesuka hati tetapi merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sumber daya
alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini
diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan status
sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab,
baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.
Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil, dikelola dan
digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.
4. Tetapi
kenyataannya, lingkungan yang adalah anugerah Allah itu, dieksploitasi
oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan
bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan
pertambangan yang kurang bertanggung jawab. Lingkungan menjadi rusak,
terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang
dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan
itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan
politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan
lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah,
pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang
menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar.
Gereja peduli
5. Gereja telah
lama menaruh keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada
manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967,
No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat harus dilindungi dari
kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam
Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang
menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan
pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang
tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga generasi
mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009,
No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang
sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi seluruh umat
manusia.
6. Gereja
Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan.
Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul "Bangkit dan
Bergeraklah" yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai
ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan
lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha
seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan
yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.
Gereja
meningkatkan kepedulian
7. Kami
mengajak seluruh umat untuk meneruskan langkah dan meningkatkan
kepedulian dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan
ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan ekopastoral
untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh karenanya,
komitmen ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama,
baik dalam Gereja sendiri maupun dengan semua pihak yang terlibat dalam
pelestarian keutuhan ciptaan.
8.Pada akhir
Pesan Pastoral ini, kami akan menyampaikan beberapa pesan:
8.1.Kepada
saudara-saudari kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik :
kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan
kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan
masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah
lebih diperketat.
8.2. Kepada
saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan sumber daya
alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan
sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya
jaminan bahwa sumber daya alam akan tetap cukup tersedia untuk generasi
yang akan datang. Di samping itu, usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat
kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta
mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih
didukung.
8.3. Kepada
umat kristiani sekalian : umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus baru,
khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan kesadaran dan perilaku
yang peduli lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam
bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama
misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon,
gerakan percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum
terkait dengan hak hidup dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus
lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar
dalam gerakan penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
9. Tahun Iman
yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2012, antara
lain mengingatkan kita untuk mewujudkan iman kita pada Tuhan secara nyata dalam
tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian tanggungjawab dan
panggilan kita untuk memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud iman makin
dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan kian
diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap dan gerakan ekopastoral kita menjadi
kesaksian kasih nyata dan "pintu kepada iman" yang "mengantar
kita pada hidup dalam persekutuan dengan Allah" (Porta Fidei,
No.1). Kita yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan
dan mendapat dukungan semua pihak yang berkehendak baik.
Penutup
10. Akhirnya
kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang telah setia menekuni,
mengusahakan dan memperjuangkan kelestarian keutuhan ciptaan dengan caranya
masing-masing. Semoga Allah yang telah mencipta segala sesuatu, senantiasa
memberkati rencana dan usaha kita bersama ini.
Jakarta,
15 November 2012
P R E S I
D I U M
KONFERENSI
WALIGEREJA INDONESIA,
Mgr.
Ignatius Suharyo
K e t u a
Mgr. Johannes
Pujasumarta
Sekretaris
Jenderal
0 komentar:
Posting Komentar