Ads 468x60px

.

Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 14 Juni 2011

APAKAH KEBENARAN ITU

KEBENARARAN VERSUS KEBOHONGAN
Setiap orang berkata-kata, mengungkapkan perasasan, pikiran dan fakta yang dilihatnya.  Namun dalam pengungkapan itu ada yang mengatakan sesuatu apa adanya seperti apa yang dipikirkan, dirasakan atau yang dilihat. Itu berarti ia berkata benar karena apa yang dikatakan sesuai dengan yang ada dipikiran. Kadang orang salah dalam mengatakan sesuatu karena ketidaktahuan. Tetapi ada orang yang tahu apa yang dilihatnya, namun tidak mengatakan secara lain dari apa yang dilihatnya. Ini disebut kebohongan atau dusta. Hal ini antara lain karena ada benturan antara nilai untuk mengatakan kebenaran dan kesungkanan untuk menyakiti hati.
Kebenaran adalah soal cinta akan kebenaran, veracitas: sikap positif terhadap kebenaran, menghargai kebenaran, kesediaan dan tekad untuk bertindak sesuai dengan kebenaran.
Dalam perjanjian Baru, istilah kebenaran (aletheia) berarti tidak menembunyikan hal atau keadaan sejauh dilihat, ditunjukkan atau diucakpan, dipalsukan. Kebenaran/aletheia adalah keadaan sebenarnya.

Etos kebenaran dalam Perjanjian Baru:
Yesus menuntut kejujuran, jika ya katakan ya, tidak katakan tidak (Mat 5:36).

Agustinus mengajarkan larangan mutlak dusta (tanpa kekecualian)
Alasan: Tujuan bahasa dan kata-kata manusia bukan untuk saling menipu, melainkan untuk menyampaikan pikiran masing-masing dengan benar apa adanya. Jika apa yang dikatakan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan itu disebut dusta. Jadi penggunaan bahasa untuk menipu adalah dusta dan dusta adalah dosa.

Thomas Aquinas
Kebenaran adalah kesesuaian antara hal dan budi. Setiap manusia mempunyai hak atas kebenaran. Seddangkan dusta adalah berkehendak untuk mengatakan suatu yang tidak benar atau dengan maksud untuk menipu. Jadi dusta adalah ucapan yang bertentangan dengan pikiran. Dusta itu melawan kodrat bahasa yang menjadi tanda dari apa yang dipikirkan. Bila seseorang berdusata maka ia menggunakan bahasa tidak sesuai dengan  kodratnaya dan tidak halal. Jadi dusta adalah penyalah gunaan kodrat bahasa/kata/tanda.

Skolastik
Restrictio mentalis
Istilah ini berarti menahan dalam pikiran, berusaha menyembunyikan kebenaran dengan tidak mengatakan segalanya dan menahannya sebagian sehingga timbul kesan dan arti yang lain, sehingga pendengar sesat. Ada dua ertrictio mentalis; ristrictio pure mentalis: kata-kata dipakai dalam arti lain sekali atau beberapa kata yang tepat tidak diucapkan, sehingga pendengar salah megerti tanpa memiliki sarana untuk mengetahui penyembunyian itu. Ada restrictio late mentalis. Disini satu kata atau perkataan mempunyai dua arti yang dipakai lain sekali dari dari apa yang dipikirkan oleh pendengar sehingga pendengar bisa tersesat. Dusta terjadi apa bila orang mengatakan apa yang tidak benar kepada orang yang berhak mengetahuinya, jadi tidak mengatakan sesuatu dengan benar kepada orang yang tak berhak mengetahuinya bukan dusta.


Kebenaran dan cinta akan kebenaran
Kebenaran
Dalam pasangan benar dan sesat kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuahn dan realitas/ kenyataan, sedangkan ketidaksesuaian adlah kesesatan.
Dalam pasangan benar dan palsu, kebenaran adalah kesejatian, ketulenan, keaslian: kesesuaian antara rupa dan realitas/kenyataan sesungguhnya, misalnya rupa emas, kenyataan: sungguh-sungguh emas, emas tulen; atau tidak sesuai dengan kenyataan; emas palsu. Maka cinta akan kebenaran adalah keterbukaan (kejujuran) pribadi manusia dalam perkataan sebagai penampakannya.
Perbedaan paham barat dan KS: paham barat berasal dari paham Yunani yang meyakini kebenaran yang bersifat statis objektif; yang menunjukkan keadaan objektif (sebenarnya). Pengetahuan kebenaran berati: kesesuaian antara keyakinan subjektif dan keadaan objektif/sebenarnya. Bahasa menyatakan keyakinan itu. Sehingga cinta akan kebenaran berarti menyatakan apa yang diyakini, dipikirkan maka segala sesuatau yang tidak sesuai degan keyakinan itu adalah kebohongan. Dalam KS kebenaran adalah keteguhan (emeth), kesetiaan, sifat yang dapat diandalkan. Dengan demikian kebenaran dalam arti biblis sekalligus cinta akan kebenaran. Emeth dan aletheia mencetuskan sikap dasar Tuhan yang menjamin kehidupan manusia. Melakukan kebenaran berarti melakukan perintah Tuhan. Kesetiaan kepada kebenaran berarti juga kesetiaan kepada Tuhan, sesama, alam dan diri sendiri.
Cinta akan kebenaran merupakan pengertian relasional: mencetuskan hubungan antara apa yang dipikirkan dan dianggap benar oleh seseorang di satu pihak, dan apa yang dinyatakannya di lain pihak. Maka cinta akan kebenaran dirumuskan: “kesesuaian antara perkataan dalam pikiran dan perkataan yang diucapkan mulut.” Pikiran bisa sesat. Tetapi orang yang menyatakan pikiran sesat dengan benar (sesuai dengan pikirannya) tidak berdusta, melainkan hanya khilaf.

Dusta
Dusta terjadi bila seseorang menyembunyikan sesuatu. Menyembunyikan adalah perbuatan yang membuat agar sesuatu jangan diketahui. Cara menyembunyikan ada bermacam-macam:
-          Dengan menyingkirkan ketempat lain sehingga tidakk dapat dilihat. Misalnya surat rahasia.
-          Dengan menutupi hal yang harus disebunyikan, terutama bila hal itu tak dapat pindah. Misalnya dinding kotor dapat ditutupi dengan lukisan.
-          Dengan menyamarkan sesuatu atau seorang yang tak boleh diketahui. Misalnya intel menyamar sebagai petani. Ini dilakukan bila tak dapat disingkirkan atau tak dapat ditutupi. Menyamarkan berarti memberi bentuk dan rupa lain, sehingga orang keliru atau tertipu.
Dusta adalah sejenis penyembunyian yakni dengan cara memakai samaran, sejenis penyamaran. Objek yang disembunyikan ialah pendapat sebenarnya. Maksud/tujuan penyamaran ialah menimbulkan kesesatan, sehingga selamat. Dusta bukan berarti menyembunyikan pendapatku dengan diam (tutup mulut), melainkan dengan memakai tanda atau kata yang berbeda dengan pendapat yang sebenarnya (ada dalam pikiran).



Jenis
Objek yang harus disembunyikan
Sarana penyembunyian:penyamaran 
Maksud/tujuan penyembunyian
Taktik
Tentara
Memberi rupa petani
Menimbulkan sesat sehingga selamat
Dusta
Pendapat yang sebenarnya. Misalnya “YA”.
Memberi rupa lain: kata atau tanda yang diperuntukkan bagi pendapat lain. Misalnya “TIDAK”
Menimbulkan sesat. Sehingga lolos dari keadaan sulit dan terjepit

Unsur material dan formal dusta
Unsur material dusta adalah penyamaran atau pengantian perkataan yang cocok untuk mencetuskan pendapat sebenarnya dengan perkataan lain yang berbeda dengan keyakinan atau pengetahuan dalam pikiran. Misalnya dalam pikiran pendapatku adalah “YA”, tetapi dalam perkataan “TIDAK”, maka terpenuhilah unsur material dusta. Bukan dusta bila terjadi salah ucapan yang tidak disengaja, ada kata sinonim, atau ambigu.
Sedangkan unsur formalnya adalah maksud atau tujuan untuk mencegah agar pendapat sebenarnya jangan diketahui oleh pendengar. Jadi tujuan dusta ada membuat pendengar tertipu atau sesat dengan sengaja.
Tujuan intrinsik dusta adalah tujuan yang melekat pada dusta itu sendiri (hakikat dusta): menyesatkan sehingga selamat. Jadi ada maksud menyesatkan atau menipu. Tujuan ekstrinsik adalah tujuan lain yang ditambahkan misalnya untuk mendapatkan hal lain, atau bergurau.

Definisi klasik dusta:
Lucutio contra mentem”: ucapan melawan (bertentangan dengan) pikiran. Jadi dilakukan dengan tahu dan mau, serta bebas dan bertujuan untuk menyesatkan atau menipu.
Kewajiban-kewajiban berhubungan dengan kebenaran
Cinta akan kebenaran harus diwujudkan dalam sikap/perbuatan dan perkataan. Kebenaran harus diwujudkan karena berasal dari nilai spiritual dan berguna untuk hidup manusia, terutama dalam masyarakat. Ada pendapat bahwa hidup masyarakat tak mungkin berjalan dengan baik tanpa ada penghargaan (penerapan) terhadap kebenaran, tanpa ada kewajiban untuk mengatakan kebenaran. Hidup manusia akan terwujud bila ada pengetahuan yang benar disegala bidang. Tanpa itu hidup tak mungkin berlangsung. Pengetahuan itu sendiri harus benar. Selain itu kebenaran merupakan syarat untuk hidup sosial pada umumnya. Semua hubungan manusia dilangsungkan dengan BAHASA. Tak mungkin ada pergaaulan dan komunikasi tanpa bahasa. Bahasa adalah sarana untuk mengemukakan pikiran, perasaan dan pengetahuan dalam pikrian. Kesesuaian antara apa yang ada dalam pikiran dengan yang diucapkan tidak selalu dapat dikontrol. Sering juga terjadi kebohongan dan penipuan. Karena itu dalam relasi dan komunikasi diperlukan adanya kepercayaan. Namun kepercayaan kadang dihilangkan oleh kebohongan, prasangka, curiga. Jadi sedapat mungkin setiap orang berusaha untuk berkata jujur, dan dapat dipercaya perkataannya.
Kebenaran itu bernilai dalam dirinya sendiri. Jadi kalau kita mengatakan sesuatu sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran itu kita lakukan bukan sekedar untuk mendapat untung, melainkan karena kebenaran itu sendiri. Agar dapat mengatakan kebenaran kita harus memahami dan mengetahui sesuatu dengan benar. Walau pengetahuan itu kurang berguna.
Tugas manusia adalah cinta akan kebenaran. Itu artinya manusia berusaha untuk mewujudkan kebenaran itu , dan menjadi peka terhadap kebenaran dalam sikapnya. Jika dirumuskan cinta akan kebenaran adalah sbb:” kemampuan dan kesediaan untuk bersikap terbuka dan menghargai kebenaran sebagai kebenaran (tidak melulu karena manfaat kebenaran). Sikap ini dapat diwujudkan dengan mencari, mempertahankan, memperdalam dan memperluas kebenaran itu. Kalau kita berhak mendapat kebenaran, maka kita juga wajib mengatakan kebenaran. Setiap orang mempunyai hak atas kebenaran, kita berbuat adil bila kita mengatakan sesuatu, menyampaikan informasi, mengajarkan pengetahuan dengan benar kepadanya. Setiap orang berhak untuk tidak disesatkan atau ditipu. “Setiap orang juga berhak untuk atas kekebasan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima,  dan mennyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dengan tidak memandang batas-batas” (pernyataan sedunia tentang HAM pasal 9). Dalam DH 1 -3 menekankan martabat pribadi manusia sebagai dasar kebebasan yang mengandaikan juga hak atas kebenaran yang korelatif dengan kewajiban manusia untuk mencari kebenaran.

Kewajiban untuk mencari, memperdalam, mempertahankan dan menyebarluaskan kebenaran
Mencari kebenaran
Manusia wajib mencari kebenaran. Kewajiban ini didasarkan pada martabat pribadi manusia. Setiap manusia dianugerahi akal budi dan kehendak bebas dengan demikian juga dipanggil untuk bertanggung jawab secara pribadi...” (DH 2). Kalau manusia memerlukan kebenaran untuk memperkaya dan mengembangkan dirinya, maka dia juga wajib mencari kebenaran.
Mempertahankan kebenaran
Mempertahankan kebenaran merupakan konsekuensi dari hasil mencari kebenaran yang tidak otomatis datang serta menetap, melainkan perlu dibina. “mereka wajib berpegang teguh pada kebenaran yang telah mereka kenal, dan mengatur hidup mereka sesuai dengan tuntutan kebenaran itu” (DH 2). Jadi setiap orang dituntut setia pada kebenaran, yang sebetulnya berarti setia pada Tuhan, sesama dan diri sendiri.


Mendalami kebenaran
Kebenaran yang telah didapatkan itu harus diperdalam seara bertahap. Karena itu ada istilah “on going formation” karena manusia tak kunjung selesai memahami kebenaran.

Menyebarluaskan kebenaran
Kebenaran itu memperkaya diri sendiri tetapi juga wajib disampaikan kepada orang lain agar dapat memperkaya dan mengembangkan orang lain. Inilah segi sosial dari kebenaran. Karena itu tugas guru, pendidik, jurnalistik dan informasi, penerbitan dan pewartaan adalah tugas yang mulia.



EKSISTENSI OTENTIK
Secara negatif, otentik berarti tidak palsu, tidak memakai topeng atau kedok, belum dicampuri urusan-urusan lain yang menutupi identitas sebenarnya; bukan keberadaan yang penuh kebohongan dan kemunafikan.
Kalau dirumuskan secara positif, otentik berarti sikap dan gaya hidup yang sesuai dengan adanya, sesuai dengan cita-cita aslinya, tidak dibuat-buat. Orang yang otentik jujur terhadap diri sendiri, ia rela memberikan kesaksian tentang kebenaran dengan dan dalam hidupnya.
Bahaya yang ada dalam masyarakat adalah kemunafikan, jurang antara pengakuan bibir dengan pri kehidupan pribadi. Dalam kemunafikan orang makin rajin mengucapkan prinsip-prinsip, justru untuk menutupi tingkah laku mereka yang menyimpang dari perinsip-prinasip yang mereka ucapkan.

Tugas menyatakan kebenaran
Kebenaran harus dinyatakan. Adapun alat untuk menyatakannya adalah bahasa atau dengan berbicara. Berbicara adalah salah satu cara manusia untuk menyatakan dirinya (pikiran, perasaan, pengalaman, dsb). Berkaitan dengan sarana ini, ada dua sikap yang dilakukan oleh manusia: bebas untuk bicara atau tidak berbicara (diam), bebas untuki menampilkan diri atai tidak. Tentu ada situasi dimana ia harus bicara.
Pribadi manusia dapat juga berbicara tanpa menampilkan diri apa adanya (atau memberikan bentuk penanpakan yang tidak sesuai dengan keadaan diri sebenarnya, sehingga bicaranya tidak menampakkan /mencerminkan dirinya). Hal ini dapat dilakukan dengan diam, tutup mulut, tidak bicara, atau.....BOHONG yakni berbicara tanpa menyatakan dirinya apa adanya, menyembunyikan dirinya di belakang topeng kata-kata.

Bahasa adalah sarana komunikasi yang bersifat konvensional. Dalam tradisi fungsi bahasa dimengerti sebagai suatu yang kodrati. Jadi bahasa harus mengungkapkan kebenaran, jadi tidak boleh berbohong. Namun larangan bohong tidak mutlak, artinya jika kebohongan itu demi menyelamatkan orang banyak atau seseorang maka boleh dilakukan. Tetapi tetap alasannya adalah demi keselamatan orang lain. Misalnya menyesatkan musuh yang ingin menumpas suatu desa.

Komunikasi antar manusia penting, dan komunikasi hanya mungkin bila pada umumnya dalam  komunikasi dinyatakan kebenaran. Setiap orang juga berhak mendapatkan kebenaran, bukan kebohongan. Segala sesuatu yang disampaikan dengan benar, akan menumbuhkan kepercayaan. Kalau tidak ada kebenaran, maka komunikasi tidak mungkin, palingv tidak orang selalu terganggu karena selalu harus ragu-ragu, apakah ia dibohongi atau tidak. Kepercayaan bahawa orang tidak dibohongi merupakan dasar komunikasi dan lancarnya hubungan manusia dalam masyarakat. Menyalah gunakan bahasa akan menghambat komunikasi dan bertentangan dengan arti bahasa.
Tetapi tugas menyatakan kebenaran juga tidak mutlak (ada batasnya). Kita tidak berhak mengetahui seluruh pengetahuan orang lain, maka juga tidak ada kewajiban untuk menyatakan segala-galanya kepada orang lain. (beda dengan polisi, dan formator).
Dalam menyatakan kebenaran tidak hanya berarti menyatakan apa yang sesuai dengan pikiran, melainkan juga mengingat kesejahteraan manusia, memperhatikan akibat-akibatnya. Maka berbicara mengungkapkan diri harus disertai dengan sikap cinta akan kebenaran dan kebijaksanaan dalam mengungkapkannya.

Pelanggaran karena kekurangan terhadap kebenaran (penilaian moral)
Dusta
Dalam pandangan tradisional dusta ditolak karena merupakan penyalahgunaan bahasa. Dusta bertentangan dengan tujuan natural bahasa/percakapan, karena bahasa secara kodrati merupakan tanda dari apa yang dipikirkan. Melawan pandangan tradisional tentang bahsa ini dapat kita ajukan argumen bahwa bahasa adalah buatan manusia. Jadi bahasa itu artifisial dan konvensional. Jadi bila dilihat anak kecil, nampak bahasa itu diajarkan dan menjadi sarana komunuikasi antar manusia, tidak timbul secara natural. Bahasa memang bukan suatu yang natural, tetapi tidak berarti bahasa bisa digunakan sembarangan untuk kebohongan.
Bahasa adalah sarana komunikasi. Pengabdiaanya adalah sebagai sarana untuk menyalurkan gagasan-gagasan, komunikasi dengan orang lain. Dengan demikian memungkinkan hidup manusia, mengabdi kesejahteraan pribadi dan umat manusia. Seorang yang berbohong tidak bersalah kepada kodrat bahasa, melainkan kepada orang atau pendengar yang dibohonginya.
Dusta itu buruk bukan karena melangar kodrat bahasa atau penyalahgunaan bahasa, melainkan karena menimbulkan kesesatan. Oleh kesesatan budi manusia menderita kerugian, menjadi kurang sempurna. Kesesatan bukan ketidak tahuan biasa, melainkan juga kepuasan dengan kekeliruan yang tidak diketahuinya, merupakan hambatan untuk menyelidiki kebenaran lebih lanjut. Dusta dapat menjerumuskan orang kedalam kesesatan. Artinya dapat menahan dia dari usaha untuk menyelidiki kebenaran sebenarnya lebih lanjut dan meneguhkannya dalam kekeliruan (namun ia mengira sudah memiliki kebenaran). Dengan demikian dusta bertentangan dengan integritas budi manusia dan keadilan. Setiap manusia berhak mendapatkan kebenaran walau tidak semua harus dikatakan kepadanya.
Akibat dusta lainnya dalah dapat mebahahayakan nilai-nilai lain. Misalnya kesehatan, keselamatan, dll. Dusta juga dapat merusak kepercayaan, menyalahgunakan kepercayaan orang lain. Kepercayaan merupakan dasar yang perlu untuk komunikasi. Bila semakin sering, maka dasarnya runtuh. Seorang pendusta juga mudah kehilangan kepercayaan yang perlu untuk pribadinya sendiri. Ia merugikan dirinya. Berat ringannya dusta tergantung dari berat ringannya kesesatan yang ditimbulkannya; tingkat bahaya yang ditimbulkannya, kesulitan untuk membetulkan sesatan yang diakibatkannya, kewajiban khusus untuk mengatakan kebenaran (polisi). Bahaya tersebarnya kesesatan, bahaya batu sandungan, maksud pendusta untuk menimbulkan kerugian yang mana. 

1 komentar:

bengkayang info mengatakan...

Orang katolik dan Kristen
semua gila sinting dan
hidup penuh celaka.
Makan buah koc
sangkut didada.
Cerita Yesus
adalah rekayasa.
Mamak nya dientot orang.
Tak berani ngaku.
Bikinlah rekayasa
sinting dan gila..........

Posting Komentar